Jayapura, 10 Oktober 2024 – Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cenderawasih menggelar acara visiting lecture: dengan tema “Disrupsi Digital: Peluang dan Tantangan Bagi Pendidikan Sejarah.” Acara ini menghadirkan narasumber Dr. Bety D. S. Hetharion, M.Pd, Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Pattimura, Ambon. Beliau merupakan ahli pendidikan yang berpengalaman dalam bidang inovasi pendidikan dan penerapan teknologi dalam pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari implementasi Memorandum of Understanding (MoU) yang telah disepakati bersama antara Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Cenderawasih dengan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Pattimura.
Acara Visiting lecture ini dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi Zoom Meeting dan dihadiri oleh Dekan FKIP Universitas Cenderawasih, Dosen, mahasiswa dan alumni program studi pendidikan sejarah. Dalam sambutannya, Dekan FKIP Universitas Cenderawasih, Dr. Yan Dirk. Wabiser, M. Hum mengatakan bahwa dunia pendidikan harus terus beradaptasi dengan teknologi digital. Dosen di lingkungan FKIP Uncen, sudah dibekali dengan pelatihan penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran seperti LMS (Learning Management System) yang nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran. Sementara sarana dan prasarana, terutama akses internet seperti WIFI sudah disediakan di setiap Prodi dan akan terus ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan layanan pendidikan di lingkungan FKIP, Uncen.
Sementara itu, dalam presentasinya, Dr. Bety memaparkan berbagai aspek terkait perkembangan teknologi digital yang semakin pesat dan dampaknya terhadap pendidikan sejarah. Menurutnya, disrupsi digital tidak hanya menghadirkan tantangan dalam hal adaptasi teknologi oleh pendidik, tetapi juga membuka berbagai peluang untuk memperkaya metode pengajaran dan pembelajaran sejarah di era digital. “Disrupsi digital mengharuskan guru, dosen beradaptasi dalam memanfaatkan teknologi digital. Teknologi digital memungkinkan kita untuk menyajikan materi sejarah dengan cara yang lebih interaktif dan menarik, seperti melalui media audiovisual, simulasi virtual, dan platform pembelajaran daring lainnya yang dapat diakses secara digital. Namun, tantangan utama yang sering dihadapi adalah keterbatasan sarana penunjang seperti, HP, Laptop, akses jaringan internet, informasi hoax, keterampilan memanfaatkan dan mengintegrasikan teknologi digital dalam pembelajaran sehingga bagaimana kita dapat memanfaatkan teknologi ini untuk tetap menjaga esensi dan akurasi dari sejarah itu sendiri,” ungkap Dr. Bety. Beliau juga menekankan pentingnya kesiapan para pendidik sejarah dalam menghadapi perubahan ini. Penguasaan literasi digital dan kreativitas dalam menciptakan konten pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda saat ini merupakan pilihan yang tidak bisa ditawar lagi. “Para pendidik harus mampu mengintegrasikan teknologi dan memanfaatkannya dalam pembelajaran sejarah. Namun, harus tetap jeli dalam memilih konten atau materi ajar sebagai sumber pembelajaran yang valid. Oleh karena itu, kritik sumber untuk menentukan keaslian dan kebenaran sumber informasi harus dilakukan guna menghindari informasi hoax. Dengan demikian, pembelajaran sejarah akan menjadi lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa” ungkapnya.
Acara ini diakhiri dengan harapan bahwa pendidikan sejarah di Indonesia, khususnya di Papua, dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi tanpa kehilangan nilai-nilai budaya. Acara visiting lecture ini juga diharapkan dapat menjadi langkah awal kolaborasi lebih lanjut dalam pengembangan kurikulum sejarah yang lebih relevan dan dinamis di masa depan.
Naskah: Megiridha/Editor: Kulyasin